Padang, Padek—Dewan
Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) bersama sekunder koperasi
se-Sumbar, menolak pemberlakuan lambang koperasi yang baru.
Mereka meminta pengurus
Dekopinwil Sumbar menyampaikan aspirasi tersebut dalam Rapat Pimpinan
Nasional (Rapimnas) Dekopin pada 26-29 Juni mendatang.
Ketua Dekopinwil Sumbar
Chairul Darwis menyebutkan, aspirasi itu disampaikan para Dekopinda
bersama koperasi sekunder yang berada di bawah koordinasinya, pada Rakor
Dekopinda se-Sumbar di Hotel Grand Sari akhir Mei lalu.
“Rekan-rekan dekopinda minta
agar Dekopin dan Kementerian Koperasi dan UKM mengembalikan lambang
koperasi ke lambang yang lama. Aspirasi tersebut, akan kami sampaikan
pada Rapimnas Dekopin akhir Juni nanti,” ujar Chairul Darwis.
Sebagaimana diketahui, saat
membuka Festival Koperasi Internasional di Mataram, Nusa Tenggara
Barat, 23-25 Mei lalu, Kementerian Koperasi dan UKM meluncurkan lambang
baru koperasi. Perubahan itu, didasarkan pada Surat Keputusan
Dekopin Nomor SKEP/14/Dekopin-A/III/2012 tertanggal 30 Maret 2012
tentang Perubahan Lambang/Logo Koperasi Indonesia.
Menteri Koperasi dan UKM
kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor
02/Per/M.KUKM/IV/2012 pada 17 April 2012 tentang Penggunaan Lambang
Koperasi Indonesia.
Menurut Chairul, wacana
perubahan lambang koperasi memang sempat muncul pada Rapimnas Dekopin
2011. Namun ketika itu belum disetujui semua peserta rapimnas dan
diputuskan untuk dibahas kembali pada rapimnas 26-29 Juni nanti yang
dihadiri pengurus dekopin seluruh Indonesia.
“Jadi, belum ada keputusan
perubahan lambang koperasi tersebut. Lambang lama mesti dipertahankan,
karena punya sejarah tersendiri bagi gerakan koperasi yang diusung Bung
Hatta,” tegas Chairul.
Lambang koperasi yang baru
berbentuk gambar bunga dan didominasi warna hijau pastel. Berbeda dari
sebelumnya berbentuk pohon beringin yang dikelilingi kapas dan padi,
timbangan, bintang dalam perisai, gerigi roda, dan berwarna merah dan
putih.
Selain penolakan lambang
baru, dekopinda bersama pengurus koperasi sekunder juga minta dekopin
bersama Kementerian Koperasi dan UKM memperjuangkan dikembalikannya
pendistribusian pupuk bersubsidi kepada koperasi.
Hal itu dinilai efektif,
menurut Chairul, dibandingkan sekarang yang dominan didistribusikan
swasta dan sering terjadi kelangkaan di daerah. Akibat itu, petani
menderita. Petani itupun umumnya tergabung dalam wadah koperasi.
“Dulu ketika koperasi masih
menjadi distributor pupuk bersubsidi, tidak ada terjadi kelangkaan dan
penjualan pupuk di atas HET. Namun sekarang posisi Sumbar justru dinilai
sebagai daerah terburuk dalam penyaluran pupuk. Ini perlu jadi
perhatian pemerintah,” bebernya. (mg10)